SEJARAH BNN KABUPATEN BLITAR
Selasa, Februari 09, 2016
|
By
BNN Kabupaten Blitar
|
0
komentar
Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di
Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden
Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan
Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam)
permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu,
penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan
orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres
Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi
bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang
beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial,
Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di
bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini
tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran
sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal
BAKIN.
Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan
permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan
berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan
berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan
agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa
Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat
permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional
pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan
tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan
Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus
memerangi bahaya narkoba.
Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus
miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden
Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN),
dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan
Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi
Pemerintah terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio.
Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran
sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi
untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh
karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang
Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional
(BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan
25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan
operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi
pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan
nasional penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran
dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya
meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena
tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan
hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN
dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi
permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena
itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan
Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang
memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait
dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja
pada tingkat nasional, Provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing
bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan
yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan
struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang
terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor
VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan
Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI
mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU
Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Berdasarkan undang-undang tersebut, status kelembagaan
BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur
vertikal ke Provinsi dan kabupaten/kota. Di Provinsi dibentuk BNN
Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN
dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur
Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan
Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum
dan Kerja Sama.
Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi.
Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100
BNNK/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring
dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan Narkoba di
daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang
gerak yang lebih luas dan strategis bagi BNN dalam upaya P4GN. Dalam
upaya peningkatan performa pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
serta peredaran gelap Narkoba, dan demi tercapainya visi “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015”.
0 komentar: