‘Sebuah Sampan’ dari Desa Tawangrejo untuk BNN Kabupaten Blitar Oleh: Hilbram Rizal Akbar

Beberapa waktu yang lalu saya berkenalan dengan seorang pemuda bernama Priyo Handoko, remaja kelahiran Blitar, 11 Juni 1986 warga RT. 02/02 Desa Tawangrejo Kec. Binangun. Lalu apa yang menarik dari pemuda ini? Menurut saya, jawabnya banyak. Diantaranya, karena pemuda yang ‘hanya’ lulusan SMP ini selain cukup kreatif dalam menciptakan lapangan kerja juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Han, demikian dia akrab dipanggil, biar tidak pernah sekolah yang tinggi karena orang tuanya tidak memiliki biaya, ternyata sekarang dia bisa memiliki usaha sendiri yang cukup menjanjikan. Han, biarpun kata orang bukan orang kaya, ternyata bukan berarti dia tidak bisa membantu sesamanya.
Priyo Handoko, di rumah orang tuanya di desa, memiliki sebuah bengkel seni yang di beri nama Wong Han Production. Sebuah nama yang kalau kita tahu asal usulnya pasti cukup untuk membuat panas telinga. Nama yang diambil dari cibiran orang, yang bunyi asli dan lengkapnya, “Wong Han iso opo?”.
Ya maklum saja. Awalnya Priyo Handoko dengan semua keterbatasannya baik secara materi, keterampilan dan pengetahuan itu hanya mengelola barang-barang sisa yang biasanya dianggap sampah berupa Kembang Tebu.
Apa yang dipikirkan banyak orang tentang kembang tebu? Mungkin bagi Sang pemilik lahan adalah kabar gembira karena tak lama lagi panen tebu akan segera dimulai. Bagi orang lain? Dibuang, dibakar atau dijadikan penyulut api untuk kayu bakar. Namun bagi Priyo Handoko, kembang tebu taidk berakhir atau terbuang percuma.
Di tangan kreatif lajang ini, kembang tebu bisa disulap menjadi berbagai hasil kerajinan yang bernilai tinggi. Seperti tempat tissue, tempat pulpen, asbak, pigora, nampan, tempat toples/makanan, vas bunga. Bahkan dari kembang tebu bisa dibuat tempat sampah kreatif, dll.
Mengagumkan, hasil karya Handoko memang terlihat cantik dan unik, serta bernilai ekonomi tinggi. “Untuk tempat tissue saya jual lima puluh ribu per biji, untuk pigora dijual kisaran seratus tiga puluh sampai seratus lima puluh ribu rupiah.”, kata Handoko.
Dari mulut ke mulut, awalnya kerajinan Handoko mulai dikenal orang. Tetapi sekarang dalam jumlah yang besar, Han sudah bisa memasarkan produknya hingga ke Surabaya, Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Ada juga pemesan dari Pulau Bali, Sumatera, Kalimantan dan bahkan beberapa kali ia juga pernah mengirimkan produknya ke Papua Nugini. Selain itu, beberapa tahun terakhir Handoko juga menjadi salah satu pemasok produk kerajinan untuk acara Malang Tempo Doeloe.
Perkenalan saya pada Priyo Handoko terus berlanjut, sampai akhirnya saya mampir di bengkel produksinya yang terletak di selatan Jembatan Ngadri.
Di bengkel seni dengan label Wong Han Production ini, ternyata disana ada banyak sekali pemuda pemudi sepantaran Han. Meski resminya mereka bekerja untuk Wong Han Production, namun tetap adalah teman-teman Priyo Handoko di kampung yang jumlahnya saat saya datang tidak kurang dari dua puluh anak.

Anak-anak muda ini kemudian secara umum terbagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok tukang menyiapkan bahan, kelompok kedua bagian merancang dan kelompok terakhir yang menyelesaikan kerajinan atau dalam istilah mereka finishing.

Blogger

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Hello! We’re Fenix Creative Photo Studio

Your Name


Your Message*