‘Sebuah Sampan’ dari Desa Tawangrejo untuk BNN Kabupaten Blitar Oleh: Hilbram Rizal Akbar
Kamis, Maret 13, 2014
|
By
BNN Kabupaten Blitar
|
0
komentar
Beberapa
waktu yang lalu saya berkenalan dengan seorang pemuda bernama Priyo Handoko,
remaja kelahiran Blitar, 11 Juni 1986 warga RT. 02/02 Desa Tawangrejo
Kec. Binangun. Lalu apa yang menarik dari pemuda ini? Menurut saya, jawabnya
banyak. Diantaranya, karena pemuda yang ‘hanya’ lulusan SMP ini selain cukup kreatif dalam
menciptakan lapangan kerja juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Han,
demikian dia akrab dipanggil, biar tidak pernah sekolah yang tinggi karena
orang tuanya tidak memiliki biaya, ternyata sekarang dia bisa memiliki usaha
sendiri yang cukup menjanjikan. Han, biarpun kata orang bukan orang kaya,
ternyata bukan berarti dia tidak bisa membantu sesamanya.
Priyo
Handoko, di rumah orang tuanya di desa, memiliki sebuah bengkel seni yang di
beri nama Wong Han Production. Sebuah
nama yang kalau kita tahu asal usulnya pasti cukup untuk membuat panas telinga.
Nama yang diambil dari cibiran orang, yang bunyi asli dan lengkapnya, “Wong Han iso opo?”.
Ya maklum saja. Awalnya Priyo Handoko dengan semua
keterbatasannya baik secara materi, keterampilan dan pengetahuan itu hanya
mengelola barang-barang sisa yang biasanya dianggap sampah berupa Kembang Tebu.
Apa yang
dipikirkan banyak orang tentang kembang tebu? Mungkin bagi Sang pemilik lahan adalah kabar gembira karena tak lama lagi panen
tebu akan segera dimulai. Bagi orang lain? Dibuang, dibakar atau dijadikan
penyulut api untuk kayu bakar. Namun bagi Priyo Handoko, kembang tebu taidk berakhir atau
terbuang percuma.
Di tangan
kreatif lajang ini, kembang tebu bisa disulap menjadi berbagai hasil kerajinan yang bernilai tinggi. Seperti
tempat tissue, tempat pulpen, asbak,
pigora, nampan, tempat toples/makanan, vas bunga. Bahkan dari kembang tebu bisa
dibuat tempat sampah kreatif, dll.
Mengagumkan,
hasil karya Handoko memang terlihat cantik dan unik, serta bernilai ekonomi
tinggi. “Untuk tempat tissue saya
jual lima puluh ribu per biji, untuk pigora dijual kisaran seratus tiga puluh
sampai seratus lima puluh ribu rupiah.”, kata Handoko.
Dari mulut
ke mulut, awalnya kerajinan Handoko mulai dikenal orang. Tetapi sekarang dalam
jumlah yang besar, Han sudah bisa memasarkan produknya hingga ke Surabaya,
Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Ada juga pemesan dari Pulau Bali, Sumatera,
Kalimantan dan bahkan beberapa kali ia juga pernah mengirimkan produknya ke
Papua Nugini. Selain itu, beberapa tahun terakhir Handoko juga menjadi salah
satu pemasok produk kerajinan untuk acara Malang Tempo Doeloe.
Perkenalan
saya pada Priyo Handoko terus berlanjut, sampai akhirnya saya mampir di bengkel
produksinya yang terletak di selatan Jembatan Ngadri.
Di bengkel
seni dengan label Wong Han Production
ini, ternyata disana ada banyak sekali pemuda pemudi sepantaran Han. Meski
resminya mereka bekerja untuk Wong Han Production,
namun tetap adalah teman-teman Priyo Handoko di kampung yang jumlahnya saat saya
datang tidak kurang dari dua puluh anak.
Anak-anak
muda ini kemudian secara umum terbagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok tukang
menyiapkan bahan, kelompok kedua bagian merancang dan kelompok terakhir yang
menyelesaikan kerajinan atau dalam istilah mereka finishing.
0 komentar: